Kamis, 04 Juni 2009

Ketabahan Seorang Wanita

Ketabahan Seorang Wanita
oleh Durrah Sulayman
Kamis, 04/06/2009 07:57 WIB
Cetak Kirim RSS
Mungkin sudah ditakdirkan bahwa sebagian besar wanita mempunyai resistensi yang tinggi terhadap penderitaan hidup. Seperti kisah nyata seorang wanita berikut ini, yang berusaha bertahan dan step by step memperbaiki dirinya untuk kembali ke jalan Allah agar mendapat keselamatan dunia akhirat.

Hidup sudah demikian berat bagi wanita ini. Di usia sembilan belas tahun dia terpaksa menikah dengan pacar SMA nya karena hubungan bebas mereka telah menyebabkan si wanita hamil di luar nikah. Pernikahan yang sudah salah dari mula itu akhirnya dikaruniai seorang anak laki-laki. Anak tersebut tumbuh tanpa mendapatkan banyak perhatian dan kasih sayang dari ayah dan ibunya karena masing-masing sibuk dengan diri mereka sendiri. Entah karena si ayah masih senang dengan dunia gemerlap atau karena si ibu masih terlalu muda dan gamang menghadapi semua masalah rumah tangga sendiri tanpa ada yang membimbingnya.

Pernikahan yang yang rapuh itu semakin lama semakin jauh dari apa yang diharapkan si wanita. Apa yang diimpikannya semasa SMA untuk membina keluarga kecil dengan pacar yang dicintainya, pupus sudah. Sang suami semakin sering pulang larut malam. Si wanita memendam semua kekesalan dan kemarahan dalam hatinya hingga suatu saat dia mendapati perselingkuhan suaminya dengan wanita lain. Dia kecewa dan hancur serta merasa telah sampai pada suatu titik dimana dia tidak mampu lagi untuk hidup bersama suaminya, dia menggugat cerai.

Setelah proses perceraian yang rumit akhirnya dia hidup sendiri lagi sebagai janda muda dengan seorang anak laki-laki yang berumur 5 tahun. Dia bertekad melanjutkan pendidikannya yang terputus dan berusaha untuk mandiri agar tidak menjadi beban orang lain. Ternyata kesendiriannya itu tidak berlangsung lama. Seorang pria bujangan teman kuliahnya menunjukkan perhatian kepadanya. Awalnya si wanita ragu, tapi setelah pria itu berbicara serius untuk melamar si wanita dan menerimanya apa adanya, akhirnya dia luluh juga.

Masalah kembali muncul karena laki-laki itu berbeda keyakinan dan sang ayah sangat menentang rencana pernikahan mereka. Apalagi laki-laki itu masih berstatus mahasiswa dan belum bekerja. Tapi kemudian dia menunjukkan kesungguhannya dengan mengucapkan dua kalimah syahadat di hadapan seorang ustadz. Dengan hati yang berat akhirnya orangtua si wanita merestui juga pernikahan mereka untuk menghindari kemaksiatan.






Awal pernikahan mereka adalah masa-masa yang indah. Si wanita berusaha membantu suaminya sebagai seorang muallaf untuk belajar melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan hukum-hukum Islam. Dia memohon pada Allah Yang Maha Pemberi Ampun untuk mengampuni kesalahan-kesalahan masa lalunya dan menerima taubatnya. Dia berikrar akan menjadikan rumah tangganya bersama suami barunya ini menjadi rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah. Dia mulai menata keluarga barunya dengan melandaskan semuanya pada syariat-syariat agama.

Sang suami ternyata adalah seorang yang perhatian dan penyayang, apalagi dia sangat sayang pada anak si wanita dari suami terdahulu. Pada tahun kedua perkawinan mereka dikarunia seorang anak perempuan yang cantik. Si wanita merasa hidupnya sudah nyaris sempurna dengan suami yang baik dan sepasang anak yang menyenangkan hati. Apalagi suaminya menunjukkan kesungguhan dalam mendalami agama. Dia serasa mendapatkan syurga dunia.

Namun kebahagiaan si wanita hanya berlangsung sesaat. Memasuki tahun ketiga perkawinan mereka, dia mendapati bahwa suaminya tidak kunjung berusaha untuk mencari nafkah. Beruntung orangtua si wanita adalah orang yang berada, sehingga rumah tangga mereka di support oleh orangtuanya. Semakin lama sang suami semakin tenggelam dalam dunia maya yang sangat digemarinya. Dia jarang keluar rumah dan menghabiskan hari-harinya di depan komputer.

Suatu hari si wanita terkejut dengan jawaban suaminya ketika dia mengemukakan kegusarannya mengenai sikap suaminya yang tidak mau berusaha mencari nafkah. “Orangtuamu kan kaya, lagian hartanya nggak akan habis untuk menghidupi kita berempat”, jawab sang suami. Masya Allah, bagaikan petir di siang bolong, dia tidak mempercayai apa yang di dengarnya. Dia menangis dan mengadu pada Allah agar suaminya dibukakan hatinya. Wanita itu takut benang rumah tangga yang sedang susah payah dirajutnya akan kembali putus di tengah jalan.

Rumah tangga nya mampu bertahan selama tujuh tahun. Tapi untuk mampu meraih tujuh tahun itu si wanita harus berjalan terseok-seok, menutupi sifat pemalas sang suami, mencari nafkah sendiri untuk biaya hidup mereka, karena dia malu terus-terusan di support orangtua. Puncak dari penderitaan wanita itu adalah ketika mereka bertengkar dan sang suami mengatakan hal yang sangat memilukan hatinya.

Sang suami berkata, “Saya kan sudah berkorban dengan mengawini janda dengan satu anak, jadi wajar dong kalau orangtua kamu membiayai hidup kita” jawab laki-laki itu dengan enteng. “Tapi dulu kan kamu yang meminta saya untuk menerima lamaran kamu, bukan saya yang memohon untuk dinikahi”, tangis wanita itu. Wanita itu tidak mengerti kemana perginya semua kasih sayang yang pernah ditunjukkan suaminya dan kemana menguapnya semua pelajaran agama yang mereka pelajari bersama-sama. Apakah selama ini dia menikahi seorang pemain sinetron yang sangat pandai berakting?




Setelah sholat istikharah dan berdoa memohon petunjuk dari Sang Khalik, akhirnya wanita itu meminta cerai dari suaminya. Hal yang tak terduga, sang suami dengan enteng mengabulkan permintaannya. Dengan rasa malu si wanita kembali ke pangkuan orangtuanya, membawa dua orang anak yang masih membutuhkan perhatian seorang ayah. Alhamdulillah orangtua si wanita menerima mereka dengan ikhlas.

Perceraian kedua ini membawa si wanita semakin taat menjalankan ibadah dan selalu mengikuti majelis-majelis keagamaan. Dengan mendekatkan diri pada Allah SWT dia merasakan ketenangan jiwa dan lebih ikhlas dalam menerima cobaan hidup. Dia yakin bahwa Allah pasti akan memberi imbalan bagi orang yang sabar.

Ternyata Allah SWT tidak membiarkan wanita itu berlama-lama hidup sendiri. Pada salah satu majelis keagamaan, seorang teman memperkenalkannya pada seorang pria yang berprofesi sebagai Motivation Trainer. Ternyata temannya itu menceritakan nasib si wanita kepada laki-laki tersebut sambil meminta agar laki-laki itu mau memberi nasehat serta motivasi pada si wanita. Akhirnya Allah menentukan lain, sang pria meminta secara resmi agar si wanita mau menjadi isterinya. Walaupun sudah melalui bermacam-macam cobaan hidup, tapi permintaan laki-laki itu adalah hal sangat berat untuk dijawab.

Lama dia memohon petunjuk pada Allah SWT dan meminta nasehat pada kedua orangtuanya, agar jawabannya kali ini benar-benar jawaban yang tepat serta diridhoi oleh Allah dan juga kedua orangtuanya. Ayahnya berkata, “Nak, apa yang sudah engkau lalui adalah pelajaran hidup yang tidak akan kau dapatkan di sekolah manapun juga. Ayah bersyukur pada Allah bahwa penderitaan yang kau lalui membawamu kembali ke Allah.

Berdoalah padaNya untuk mohon petunjuk jalan apa yang harus kau ambil, kami akan mendukungmu apa pun keputusan yang kau ambil”. Itulah pertama kali dalam hidupnya kedua orangtuanya meridhoi langkah apa yang akan diambilnya dalam menentukan pilihan hidup. Ridho orangtua adalah ridho Allah, kini dia sangat percaya akan kata-kata tersebut.

Dengan hati yang plong akhirnya dia menerima lamaran laki-laki itu. Mereka menikah secara siri, walaupun isteri pertama laki-laki itu sudah memberi restunya. Menurut suaminya ada hal-hal yang belum memungkin bagi mereka untuk mengumumkan pernikahan itu. Pada awalnya si wanita agak terkejut dengan kehidupan rumah tangga barunya itu. Dia belum terbiasa dengan kunjungan sang suami yang hanya sekali seminggu dan itupun hanya untuk beberapa jam saja, selebihnya hubungan mereka lebih banyak melalui telefon.

Suami barunya ini adalah seoang yang taat beragama dan benar-benar pemimpin yang bertanggung jawab terhadap rumah tangga mereka. Setiap ada masalah dia selalu memberikan pertimbangan yang bijaksana dan berpikir positif sehingga semuanya bisa diselesaikan dengan baik.





Nobody’s perfect, kesempurnaan hanya milik Allah, walaupun suaminya sudah memenuhi kriteria suami idaman, tapi ada satu hal yang masih mengganjal di hati. Dia tidak mengerti mengapa suaminya masih belum mau mengakui pernikahan mereka dan mengapa sang suami mengunjunginya hanya beberapa jam dalam seminggu, walaupun isteri pertama sudah merestui. Si wanita tidak berani bertanya kepada suaminya karena dia pikir suaminya itu sudah begitu baik padanya dan sangat tidak pantas kalau dia terlalu banyak menuntut.

Tapi setelah lima tahun menjalani pernikahan siri dia memberanikan diri untuk bertanya pada suaminya mengenai hal tersebut. Pertanyaan tersebut membuat suaminya terdiam dan terlihat sangat sedih. Akhirnya dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi mempermasalahkannya. Terkadang ada rasa sedih merayapi hatinya karena dia merasa menjadi isteri simpanan yang tidak diakui, walaupun mereka menikah sah secara agama. Suaminya tidak pernah membawanya bepergian layaknya suami isteri. Hari-harinya dilalui dalam kesendirian, mengurus anak-anak.

Si wanita akhirnya mengembalikan semuanya pada Allah agar suatu hari nanti memberinya kesempatan untuk menjalani kehidupan layaknya sebuah keluarga yang normal. Setelah dua pernikahannya terdahulu, dia tidak ingin gagal untuk kali ini karena dia yakin pernikahannya kali ini didasarkan atas cinta pada Allah dan restu dari kedua orangtuanya. Dia yakin apa yang telah terjadi dan sedang terjadi pada dirinya adalah atas izin Allah oleh karena itu akan dijalaninya dengan ikhlas dan lapang dada.

Semoga kisah ini bisa memberi semangat dan motivasi bagi wanita-wanita yang sedang menghadapi masalah. Jangan berputus asa karena Allah SWT telah berjanji bahwa dibalik kesulitan akan selalu ada kemudahan